sekian lama
hidup yang ku jalani
selalu bersama mu sahabat ku
susah sedih senang yang ku rasakan
bersama mu sahabat ku
sahabat
begitu banyak kenangan yang kita lalui
ke bahagian yang selalu kita rasa bersama
namun musnah dengan sekejap
telah di renggut oleh maut yang tak terduga
selalu bersama mu sahabat ku
susah sedih senang yang ku rasakan
bersama mu sahabat ku
sahabat
begitu banyak kenangan yang kita lalui
ke bahagian yang selalu kita rasa bersama
namun musnah dengan sekejap
telah di renggut oleh maut yang tak terduga
sahabat
kini kau telah pergi meninggalkan ku
meninggalkan semua kenangan kita
menyimpulkan sebuah air mata
yang terjatuh di pipi ku
sahabat
meski kini kita tak bersama
meski kita telah berbeda kehidupan
namun kita tetap satu dalam hati dan cinta
karena kau sahabat sejati ku
selamat tinggal sahabat ku
selamat jalan sahabat sejati ku
cinta kasih mu kan selalu satu di hati ku
selamanya ………
kini kau telah pergi meninggalkan ku
meninggalkan semua kenangan kita
menyimpulkan sebuah air mata
yang terjatuh di pipi ku
sahabat
meski kini kita tak bersama
meski kita telah berbeda kehidupan
namun kita tetap satu dalam hati dan cinta
karena kau sahabat sejati ku
selamat tinggal sahabat ku
selamat jalan sahabat sejati ku
cinta kasih mu kan selalu satu di hati ku
selamanya ………
Beby dan Delima adalah sepasang sahabat. Mereka
telah menjalin persahabatan sejak mereka masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Beby lebih muda dari Delima, namun selisih umur mereka tidak begitu jauh, hanya
beberapa bulan.
Persahabatan mereka terlihat sangat dekat meskipun
mereka memiliki banyak sekali perbedaan. memiliki postur tubuh yang tinggi, sedangkan
Delima memiliki postur tubuh yang lebih pendek darinya. Beby memiliki keluarga
yang harmonis, dia hidup di lingkungan keluarga yang sehat dengan kebutuhan
sehari-hari yang lebih dari cukup. Hal itu berbanding terbalik dengan Delima,
ia hidu di keluarga yang sudah terpecah-belah. Ibunya meninggal 5 tahun yang
lalu akibat kecelakaan. Dia hanya tinggal bersama ayahnya yang mengidap
penyakit stroke dan hanya hidup mengandalkan gaji pensiunan milik ayahnya.
Delima sebenarnya memiliki seorang adik perempuan, namun dia telah meninggal
dunia beberapa bulan yang lalu akibat terserang penyakit demam berdarah.
Sifat Beby dan Delima juga sangat bertolak belakang.
Delima adalah seorang yang sabar, seseorang yang selalu lebih mementingkan
kepentingan oranglain daripada kepentingan dirinya sendiri. Sedangkan Beby,
sifatnya berbanding terbalik dengan Delima. Beby mungkin telah terbiasa diperhatikan,
bukan memerhatikan. Dia memang anak yang paling disayang dikeluarganya. Nggak
heran, dia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Usianya terpaut jauh dengan
dua orang kakanya. Dimanapun kapanpun selain dirumahnya dia juga dapat
beradaptasi dengan baik. Kehebatannya bergaul dan parasnya yang cantik membuat
hamper semua orang yang mengenalnya dapat menjalin hubungan baik dengannya,
lain dengan Delima yang sangat sulit untuk bergaul. Bagi Delima, Beby-lah
sahabat satu-satunya yang dia miliki.
*
Kini mereka berdua telah duduk dibangku kelas XII
SMA. Entah merupakan kebetulan atau bukan, semenjak duduk dibangku Sekolah Dasar
mereka selalu saja mendapat kelas yang sama. Delima duduk dimeja tepat di depan
guru seorang diri, karena hari itu Beby sedang lebih dekat dengan temannya yang
lain dikelas itu. Namun, jika Beby sudah merasa bosan dengan semua orang
dikelas itu, maka ia akan kembali duduk bersama dengan Delima. Nah, jika hal
itu terjadi, ketika sahabatnya Beby kembali menganggapnya sebagai seorang
sahabat, dia pasti akan mencatat nya disebuah buku kecil, seperti buku diary
miliknya. Warnyanya biru udah bergambar bunga, pita, dan dua burung dara yang
sedang terbang. Sebenarya itu adalah buku lama yang dimiliknya semenjak dia
masih sebagai murid Sekolah Dasar. Dia membelinya di sebuah toko ketika pergi
ke Bandung bersama ayah dan ibunya. Dia membeli 2 buku yang sama, yang satu
diberikannya kepada sahabatnya Beby, namun Delima sudah sangat lama tidak
pernah melihat Beby membawa buku kecil itu. Yang satu lagi tentu untuk dirinya
sendiri, dan akhirnya buku itu menjadi tempatnya menuliskan ceritanya bersama
Beby, hanya bersama Beby. Tekadang pula ia hanya menuliskan tentang Beby saja
dalam buku itu.
‘Januari 25, 2012…… Hari ini Beby duduk bersama
Cindy. Ini adalah kali ke- 16 dia berpindah duduk selama kami bersekolah di SMA
ini.
Delima menulis perlahan, ditutupnya kembali buku itu
setelah dia selesai menulis. Matanya kembali bergerilya mencari Beby. Setelah
dia menemukan sosok cantik itu dia menancapkan pandangannya pada Beby. Kemanaun
Beby pergi, maka disanalah ia akan mengalihkan pandangannya.
*
Pagi hari ketika pelajaran B.Indonesia sedang berlangsung
seorang tetangga Delima menghampiri ke kelasnya. Guru B.Indonesia, Bu Rosani yang
sedang mengajar di kelas Delima pun menyambut. Mereka berbincang bincang di
depan pintu kelas. Delima yang semakin terbenam dalam kepenasarannya hanya bisa
diam, dipandangnya arah depan pintu tempat gurunya dan tetangganya berbicara.
“Delima …!” kata Bu Rosani yang masih
berdiri didepan pintu, menatap kearah tempat duduk Delima.
Delima yang kaget mendengar suara gurunya langsung
meninggalkan bangkunya dan menuju pintu.
“Berbenahlah” Bu Rosani berbisik kepada
Delima.
Delima masih beum mengerti, namun belum juga
dia gerakan mulutnya untuk meminta penjelasan Bu Rosani kembali
mengulangi perkataannya
“Berkemaslah, nanti saudaramu ini yang akan menjelaskannya
padamu”
Akhirnya Delima menuruti perintah gurunya. Dia
kembali ke bangku tempat duduknya dan mengemasi bukunya. Beby yang hari itu
duduk bersamanya juga menjadi bingung.
“Delima, ada apa?”
“Aku juga belum tahu.” Delima menjawab ringan
sambil mengemasi bukunya.
“Doakan saja semuanya akan baik-baik saja.” Delima
tersenyum dan beranjak dari bangkunya.
“Pastinya, hati-hati ya” Beby membalas, dan Delima
hanya membalas dengan senyuman.
Di luar kelas, tetangga Delima menyambutnya. Wanita
paruh baya itu menyambut Delima, kemudian pamit kepada Ibu Rosani.
Dalam perjalana menggunakan angkutan umum Delima
dan tentangganya itu masih terdiam, Delima pun tidak menanyakan sesuatu, dia
mulai berpikir tentang sesuatu yang buruk. Selintas bayangan ayahnya terlintas
dibenaknya. Pikiran itu semakin dan semakin jelas, walau Delima berusaha
menghilangkan firasat itu, tapi tidak bisa. Delima mulai meneteskan air mata,
tetangganya yang duduk disebelahnya kemudian merangkulnya, sepertinya dia sudah
tahu apa yang terlintas di pikiran Delima.
Tangisan Delima semakin menjadi ketika sampai di
depan rumahnya. Rumahnya terlihat lebih ramai dari biasanya. Tanpa bertanya
kepada siapapun Delima langsung masuk ke dalam rumahnya dan menuju kamar
ayahnya. Dan benar ayahnya sedang berbaring, tanpa suara. Delima tertunduk
lemah, air matanya mengalir sangat deras. Perlahan dia merangkak menuju tempat
ayahnya berbaring. Ayahnya masih bernapas, dia masih bisa bersuara, tapi
matanya nggak dapat lagi bergerak.
“del…
lim…. ma…..” ucap ayahnya terbata-bata.
“Iya yah….” Delima mendengar ucapan ayahnya dengan
seksama.
“Uj… ujia……
ujian de….
Ujian de…. de….
pan.”
Delima mencoba untuk mengerti perkataan ayahnya.
“kau…. Har… us.
Lu…lu…lus” ucap ayahnya.
“Ya, ayah Delima akan lulus dengan nilai yang
memuaskan.”
“A….. nak ku…. Ter…..
sa…. yang, Ja….. ga…. Di… rimu, ba…. Ba…..
ik baik.” Dan ayahnya pun menghembuskan nafas
terakhirnya.
“AYAH…….!!!!!” Teriak Delima.
Tetangganya mencoba untuk menenangkannya,
“Ayah……!!!! ” Delima kembali terduduk lemas, dia
mencoba melemparkan pandangannya menuju seluruh penjuru ruangan sempit itu,
isak tangisnya terhenti, napasnya tersendat-sendat, hingga dia nggak mampu
menguasai kesadarannya lagi.
Setelah upacara pemakaman ayah Delima selesai,
teman teman dan guru-gurunya mengucapkan rasa duka-cita yang dalam kepadanya.
Delima yang sampai saat itu masih belum bisa menghentikan tangisnya, menerima
belasungkawa mereka dengan baik. Namun dari sekian banyak teman yang datang,
nggak terlihat Beby diantara mereka. Delima tahu, bahwa Beby nggak suka acara
semacam itu. Delima pun memakluminya.
‘February 27, 2012….. Hari ini pemakaman ayahku,
dan Beby nggak ada di sini’
Delima menulis pada uku kecilnya setelah dia mulai
menguasai dirinya. Delima membuka-buka buku biru yan tebal itu,
“sudah hamper habis.” Katanya kepadda dirinya
sendiri dengan suara sudah hamper habis.
Dia membuka kembali halaman demi halaman buku itu.
‘March 28, 2006…. Aku punya 2 diary baru, yang satu buat Beby, yang satu
buat aku…’
‘May 1, 2007….. Beby nggak jahat, aku yang
salah’
‘May 4, 2007…… Beby sangat baik, dia mau
memaafkanku’
Delima teringat sekilas dengan kejadian yang terjadi
pada kedua kejadian itu. Kejadian sewaktu Beby ngambek karena dia nggak
memperhatikan cerita Beby. Walau sebenarnya, Shania juga sering nggak
memperhatikan Delima saat dia bicara. Tapi Delima dapat mengerti.
‘February 28, 2012…. Bodohkah aku?
*
Dua bulan kemudian, ujian kelulusan dimulai.
Seluruh siswa dan siswi kelas XII berjuang untuk mendapatkan hasil yang
terbaik, termasuk Delima dan Beby.
‘April 25, 2012… Seperti ujian-ujian
sebelumnya, Beby mengambil jawabanku, dan menyalinnya…’
‘May 26, 2012… Aku lulus, Beby juga…’
*
Malam ini diadakan acara perpisahan di SMA tempat
Beby dan Delima bersekolah selama ini, Mereka berdua menghadiri acara tersebut,
namun mereka nggak datang bersama. Delima berangkat dari rumahnya seorang diri,
dan Beby berangkat bersama kekasih barunya. Tentu, Delima tahu semua itu.
Di tengah pesta itu, semua orang bersenang-senang. Begitu juga dengan Delima,
dia seperti seorang artis malam itu. Gaun berwarna merah yang dikenakannya
membuatnya terlihat sangat anggun. Mungkin hanya Delima yang tidak terlihat
bahagia saat itu. Wajahnya terlihat pucat. Hal itu membuat Beby berhenti
sejenak dalam kesenangannya dan menghampiri Delima yang tengah duduk di sebuah
kursi
“Hey Delima, aku liat dari tadi kamu diem aja,
kenapa hey?” Tanya Beby
“Tak apa…, Kau tak mengerti.” Balas Delima ringan
“Oh, sekarang kamu udah berani main rahasia-rahasiaan
denganku ya?” Beby melanjutkan pembicaraannya, ia mencoba untuk menggoda Delima.
“Rahasia? Aku nggak pernah ingin menyimpan sebuah
rahasia pun denganmu, Beby… Kau saja yang nggak pernah memberiku kesempatan
untuk melakukannya.”
Muka Beby berubah, dia mengerutkan keningnya, dari
wajahnya terlihat jelas kebingungannya,
“Ha? Apa maksudmu? Aku nggak mengerti sama sekali.”
“Dari dahulu, aku juga tahu kau nggak pernah
mengerti aku” Delima berkata pelan dan datar.
“Aku yang dari dulu sangat mengertimu, kan? Iya
kan?” ucap Delima
Delima menengok ke arah Beby, sedang Beby masih
bingung dengan apa yang di bicarakan temannya itu.
“Shania, dari semejak kita bertemu, sadarkah kamu
nggak pernah mengerti aku? Kamu nggak tahu kan aku menyukai pantai? Kau tak
tahu kan aku tak suka sandwich yang selalu mamamu bawakan untuk kita?” Delima
tersenyum ke arah Shania lagi
kemudian melanjutkan perkataannya, “Tapi aku tahu
kau, Beby. Sangat tahu. Sadarkah kamu, kamu sudah berpindah tempat duduk 48
kali selama kita berada dalam satu kelas yang sama? Aku juga tahu nama member
AKB48 yang sangat kamu sukai, meski aku nggak suka mereka. Aku tahu kau
mencintai mereka karena wajah mereka, namun kamu mengatakan pada orang-orang
kamu hanya suka suara mereka, kan? Iya kan Beby? Haha.. aku benar benar bisa
tertawa saat kau ucapkan itu.”
Delima menarik napasnya sejenak, ditundukkan
kepalanya dan dia melanjutkan pembicaraannya.
“Dan aku juga sangat tahu kamu nggak suka upacara
pemakaman.” Delima kemudian terdiam.
“Delima, maafkan aku, aku nggak bermaksud untuk
nggak menghadiri pemakaman ayahmu.” Beby terbata-bata.
“Nggak apa-apa kok, aku juga ngerti, Beby… Aku yang
harusnya minta maaf kepadamu. Aku seharusnya tidak berbica selancang ini
padamu. Tapi…”
Delima menarik napasnya lagi, dan menghempaskannya
perlahan, “Tapi, aku nggak akan bisa bicara seperti ini selain hari ini…”
Delima benar benar membuat Beby menjadi bingung,
“Delima?”
Delima berdiri dari tempatnya semula duduk, “Ayahku
hanya ingin aku lulus dengan nilai yang bagus.” Dia menoleh pada Delima,
“Aku pergi dulu Beby, Sahabatku… Maafkan aku .”
Delima telah meninggalkannya namun Beby masih,
duduk terdiam, dia masih nggak begitu mengerti apa yang diakatakan Delima…
‘June 16, 2012…. Hari ini, hari pertama aku
berkata lancing kepada Beby, dan…. Mungkin jadi yang terakhir juga’
Delima menulis pada buku biru kecilnya, kali itu…
di halaman terakhir..
*
Keesokan harinya, Beby terkejut mendengar bahwa
sahabatnya, Delima telah meninggal dunia. Awalnya dia nggak mempercayainya
hingga Beby akhirnya benar-benar menemui Delima, sahabatnya itu terbaring pucat
di atas tempat tidurnya. Beby nggak menyangka, upacara pemakaman pertama yang
dia hadiri adalah upacara pemakaman sahabatnya sendiri.
Beby bertanya kepada tetangga Delima tentang
penyebab kematiannya,
“Dari kemarin Delima memang terkena panas tinggi dek…” salah satu tetangga
Delima menjelaskan. “Sudah di bujuk untuk pergi ke dokter, namun dia bilang dia
nggak perlu. Saya sendiri juga kaget mengetahui Delima sudah meninggal
pagi-pagi tadi.”
Beby masih tercengang, dia belum sepenuhnya
mempercayai kenyataan.
*
Setelah upacara pemakaman Delima selesai, Beby
kembali menuju rumah Delima. Dialah yang dipercaya tetangga-tetangga Delima untuk
membenahi barang-barang Delima, mengingat Delima nggak mempunyai siapa-siapa
lagi dan Delima juga selalu bercerita kapada tetangga-tetangganya tentang Beby.
Beby memulai membenahi barang-barang Delima dari
kamarnya. Kamar Delima terlihat sangat bersih, meskipun berukuran kecil. Semua
buku, dan barang-barang di kamar itu telah di pack dengan sangat rapi, bahkan
buku-buku pun telah rapi dimasukkan di dalam kardus, seolah Delima telah sangat
siap untuk pergi. Hanya ada beberapa benda yang masih terlihat di meja di kamar
itu. Sebuah bolpoint, sebuah gelas berisi air untuk meletakkan bunga mawar
putih yang masih terlihat segar dan sebuah buku tebal berukuran kecil berwarna
biru. Beby mengambil dan mengamati buku itu.
“Ini seperti…, hmmm……” Beby mencoba menebak-nebak,
“Ya… Ini seperti yang Delima berikan padaku dulu…
Nampaknya Dia masih menyimpannya… padahal milikku telah hilang entah dimana”
Dia berbisik pada dirinya sendiri.
Beby membuka buku itu, semuanya hanya berisi
tentang dirinya… Dia terpaku, air matanya mengalir ketika dia membaca
tulisan-tulisan tangan singkat pada buku itu.
“Sungguhkah hanya aku yang dia miliki? Sungguh aku
tak tahu… Maaf, maafkan aku sahabat… Aku benar-benar tak pernah mengerti, aku
sama-sekali nggak mengerti…., Maafkan aku Delima…….”
~SELESAI~
Mohon Kritik Dan Sarannya :))
Mengapa aku mambuat cerpen yang seperti itu?
Karena aku ingin memiliki sahabat yang seperti di
cerpen tersebut.
Comments
Post a Comment